Siapkah Buah Hati Anda Untuk Menempuh Proses Perkuliahan?
Apakah setiap remaja yang telah lulus SMA bisa dikatakan telah dewasa? Ya, dewasa dalam arti mampu untuk menghadapi situasi yang sangat jauh berbeda saat SMA? Ketika putra/putri Anda masih berada di SMA, Anda masih mendapat undangan rutin (minimal 1 kali setiap semester) dari sekolah untuk menerima laporan kemajuan / hambatan yang dialami anak dalam proses belajarnya.
Anda masih diminta untuk mengawasi / mendampingi proses belajar anak ketika mereka berada di rumah. Nah, ketika kuliah, tanggung jawab pembelajaran diserahkan oleh pihak kampus secara sepenuhnya kepada anak. Sang anak dituntut untuk bisa mandiri dan bertanggung jawab secara pribadi atas proses dan hasil belajar yang diraihnya.
Pertanyaannya, apa saja bentuk tanggung jawab tersebut? Secara umum ada tiga komponen penting dalam kuliah.Yakni kehadiran, keaktifan dalam diskusi, kelengkapan mengumpulkan tugas, dan ujian tengah / akhir semester. Akan ada banyak tugas dalam setiap pekan. Lalu ada ujian tengah dan akhir semester. Tugas itu bisa berupa tugas individu atau tim. Wujudnya bisa berupa membuat makalah, membaca buku/artikel, penelitian, diskusi, dan banyak lagi. Sekarang kita berbicara kendala umum yang ditemui saat kuliah. Kadang tugas kuliah itu sangat banyak karena hampir semua mata kuliah terdapat tugas, dan kerap kali standar tugas itu cukup tinggi. Lalu jika tugas itu harus dikerjakan secara berkelompok, bagaimana menangani anggota kelompok yang suka mengacau dan menghambat penyelesaian tugas? Lalu bagaimana jika anak mulai pacaran, ikut berbagai kegiatan organisasi dan mulai kehilangan fokus atas tujuan utamanya yakni kuliah? Semua hal itu jika tidak siap menghadapi, akan membuat stress, dan akhirnya membuat anak menjadi malas kuliah.
Anda sebagai orang tua tidak lagi diminta oleh pihak kampus dalam proses pengawasan / pendampingan proses belajar anak. Tidak akan ada lagi undangan untuk menghadiri “terima raport”. Apakah putra-putri Anda sudah siap untuk menghadapi kondisi tersebut? Bagaimana Anda mempersiapkan mereka untuk sanggup mengemban tanggung jawab?
Pertama, ajak anak Anda untuk berdiskusi. Utarakan pada anak Anda tentang pentingnya kesiapan mental untuk mengemban tanggung jawab pribadi dalam proses perkuliahan. Dengarkan baik-baik apa yang diutarakan anak. Mungkin Anak justru lebih menyadari tanggung jawab tersebut. Jika anak merasa belum siap, tidak ada salahnya untuk memberi jeda setahun bagi anak untuk melakukan aktivitas yang bisa mengasah kedewasaan dan tanggung jawabnya. Aktivitas itu bisa bekerja, bergabung dalam organisasi relawan, atau mengikuti kursus-kursus di bidang keahlian tertentu yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
Kedua, ambil sedikit mata kuliah atau mengikuti akademi komunitas. Anjurkan anak Anda untuk mengambil sedikit mata kuliah pada semester awal. Gunanya adalah agar dia lebih sanggup beradaptasi dengan iklim perkuliahan. Adaptasi yang sukses akan menjadi landasan yang kokoh untuk menopang keberhasilannya dalam menempuh proses perkuliahan. Sekarang tentang akademi komunitas. Jika mengikuti kursus pada bidang keahlian tertentu dirasa kurang, ada alternatif lainnya yakni dengan mengikuti akademi komunitas. Program ini fokus pada bidang keahlian khusus yang mempersiapkan muridnya agar siap bekerja. Program ini juga setara dengan kuliah program diploma dengan biaya yang lebih terjangkau. Sistem pembelajarannya seperti perkuliahan, yakni menggunakan sistem kredit semester (SKS). Jika ingin melanjutkan kuliah pada jenjang yang lebih tinggi, tidak perlu mengulang dari semester awal. Cukup melanjutkan dari SKS yang telah ditempuh. Untuk info lebih lanjut, silakan cek http://www.dikti.go.id/?p=5782&lang=id
Ketiga, tunjukkan kenyataaan dan konsekuensinya. Pastikan anak memahami berapa banyak biaya kuliah dan darimana sumber pendapatan Anda untuk membiayai kuliahnya. Buat perkiraan tentang total biaya kuliah mulai awal semester hingga wisuda. Buat pula prediksi tentang membengkaknya biaya kuliah dan efeknya bagi Anda serta saudaranya jika sang anak mengulur-ulur kelulusannya. Dengan cara ini, anak akan lebih termotivasi untuk lebih bertanggung jawab dalam kuliahnya.
Keempat, pantaulah anak Anda. Bicaralah pada anak. Katakan bahwa Anda sayang padanya, dan Anda merasa perlu untuk memantaunya, untuk memberikan bantuan jika sewaktu-waktu dia membutuhkan. Katakan bahwa Anda hanya memantau dia secara sederhana saja. Yakni pada awal semester satu hingga 3. Yang dipantau berupa seberapa banyak mata kuliah yang diambil, apa nilai dari setiap mata kuliah tersebut, serta siapa dosen pengampu mata kuliah tersebut. Lalu minta anak berterus terang jika mendapat nilai C- atau kurang dari itu pada satu atau beberapa mata kuliah tertentu. Yakinkan Anak bahwa Anda akan tetap sayang padanya walau di mendapat nilai C-, dan Anda akan berupaya membantu mengatasi kendala-kendala belajarnya. Katakan bahwa Anda akan berupaya membantunya dengan cara menulis surat pada dosen yang mengampu mata kuliah tersebut, dengan melampirkan nilai mata kuliah itu. Lalu dampingi anak Anda untuk menghadap dosen guna berdiskusi tentang bantuan apa yang bisa diberikan untuk mengatasi kendala belajarnya. Pada saat mendampingi anak menghadap dosen, banyaklah mendengar. Jangan menghakimi dan menyalahkan anak. Bersikaplah bijak dan seimbang.
Jika anak tetap menolak untuk bersikap jujur tentang nilai kuliahnya atau kendala belajarnya, berikan dia konsekuensi berupa penghentian bantuan biaya kuliah. Jika perlu, buatlah kontrak / perjanjian antara Anda dan anak. Jika anak menyalahi komitmen dan tanggung jawabnya, maka Anda tinggal menunjukkan kontrak tersebut.
Kelima, hargai pencapaian anak. Kita sepakat bahwa tujuan akhir dari melakukan semua ini adalah agar anak bisa lebih bertanggung jawab. Saat anak telah mampu untuk memenuhi tuntutan tanggung jawab dalam proses perkuliahan pada semester 1 hingga 3,maka Anda dapat memberikan kebebasan penuh untuk mengelola sendiri proses perkuliahannya.
Jika ternyata anak belum sanggup, Anda bisa mengajak anak untuk pindah kuliah di perguruan tinggi dengan standar akademik yang lebih longgar. Atau sebelum memutuskan untuk mengajaknya pindah kuliah, Anda bisa mendampingi anak untuk berkonsultasi dengan psikolog, guna menemukan kendala-kendala psikis yang menghambat tumbuhnya potensi-potensi terbaik dari anak. Setelah menemui psikolog dan akar masalah telah ditemukan, Anda mungkin akan menemukan bahwa pindah kuliah itu tidak diperlukan dan dia perlahan mulai bisa lebih bertanggung jawab dalam proses perkuliahannya.